Anggota KPU Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Dody Wijaya, menghadiri Forum Group Discussion (FGD), Penelitian Desain Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia untuk Memperkuat Sistem Presidensial, Desentralisasi, dan Otonomi Daerah
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Dody Wijaya, menghadiri Forum Group Discussion (FGD) bertema “Penelitian Desain Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia untuk Memperkuat Sistem Presidensial, Desentralisasi, dan Otonomi Daerah” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI bekerja sama dengan Yayasan Bhakti Otonomi Daerah, pada Jumat (24/10).
Dalam kesempatan tersebut, Dody Wijaya menyampaikan bahwa penelitian mengenai desain pelaksanaan pemilu menjadi langkah penting untuk memperkuat sistem presidensial di Indonesia. Menurutnya, keserentakan pemilu merupakan variabel yang berperan dalam meningkatkan partisipasi pemilih dan efektivitas pemerintahan.
Berdasarkan data, tingkat partisipasi pemilih meningkat dari 81 persen pada Pemilu 2019 menjadi 82 persen pada Pemilu 2024. Namun, Dody juga menyoroti bahwa penyederhanaan sistem kepartaian masih menjadi tantangan karena jumlah partai di parlemen masih tinggi, sehingga perlu upaya bersama untuk memperkuat stabilitas pemerintahan ke depan.
Lebih lanjut, Dody menjelaskan bahwa tantangan utama masih terletak pada sistem multipartai yang belum efektif serta belum adanya keselarasan antara presiden terpilih dan dukungan partai di parlemen. Menurutnya, memperkuat sistem presidensial tidak cukup hanya dengan pemilu serentak, tetapi juga memerlukan penataan sistem kepartaian dan desain kelembagaan politik yang lebih komprehensif.
Peneliti senior BRIN, R. Siti Zuhro, menegaskan bahwa desain pelaksanaan Pemilu dan Pilkada harus selaras dengan sistem pemerintahan, sistem perwakilan, dan sistem kepartaian agar tercipta koherensi dan konsistensi dalam praktik demokrasi di Indonesia. Siti menjelaskan bahwa pemilu dan pilkada idealnya tidak hanya berorientasi pada keterwakilan politik, tetapi juga pada efektivitas pemerintahan.
Siti Zuhro menilai, pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pilkada pasca-Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menjadi momentum penting untuk menata ulang sistem kepemiluan agar lebih efisien, berbiaya rendah, dan berkontribusi terhadap tata kelola pemerintahan yang baik serta penguatan desentralisasi dan otonomi daerah.
Penelitian yang dibahas dalam forum ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pelaksanaan pemilu terpisah di masa mendatang, sekaligus menjadi rujukan dalam memperkuat mekanisme checks and balances dalam sistem presidensial Indonesia.