Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Daerah Khusus Jakarta bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta melakukan Diskusi Publik dengan tema Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, bertempat di Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat, pada Rabu (8/10).
Dalam sambutannya Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rany Mauliani, menyampaikan bahwa penataan Daerah Pemilihan (Dapil) di Jakarta menjadi langkah penting dalam menyesuaikan ketentuan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Perubahan ini berdampak pada penyesuaian jumlah kursi DPRD sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung kesetaraan nilai suara dan integralitas wilayah. DPRD Provinsi DKI Jakarta berharap dapat menyerap masukan dari para ahli dan pemangku kepentingan untuk merumuskan penataan dapil yang adil, representatif serta membawa manfaat besar bagi kemajuan demokrasi dan masyarakat Jakarta.
Selanjutnya Ketua KPU Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Wahyu Dinata, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada DPRD DKI Jakarta dan Sekretariat DPRD yang telah memfasilita diskusi publik terkait penataan Daerah Pemilihan (Dapil) sebagai bagian penting pasca Pemilu. Wahyu menjelaskan bahwa KPU masih memiliki sejumlah pekerjaan strategis setelah pemilu, di antaranya pendidikan pemilih berkelanjutan melalui forum diskusi publik, pemutakhiran data pemilih agar tetap valid dan akurat serta pembaruan sistem informasi kepengurusan partai politik.
Wahyu menegaskan, pasca putusan Mahkamah Konstitusi, KPU memiliki kewenangan untuk menyusun dan menetapkan Dapil di seluruh tingkatan, sehingga diskusi ini menjadi langkah penting untuk memastikan penataan dapil berjalan transparan, partisipatif dan sesuai prinsip demokrasi.
Muhamad Matsani, menekankan bahwa arah pembangunan politik Jakarta harus berlandaskan pada prinsip demokrasi yang sehat, inklusif, dan berkeadilan. Sebagai miniatur Indonesia, Jakarta harus memiliki sistem representatif yang mencerminkan keragaman warganya. Matsani juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara efektivitas pemerintahan dan fungsi pengawasan, serta membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas dalam proses penataan dapil.
Matsani juga menambahkan, penataan dapil bukan sekadar soal angka dan alokasi kursi, tetapi tentang bagaimana suara rakyat dapat benar-benar terwakili dalam pengambilan keputusan. Terakhir Matsani juga mengatakan bahwa diskusi ini, bukan akhir dari proses, melainkan langkah awal menuju sistem representasi politik Jakarta yang lebih adil, proporsional, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Peneliti Pusat Studi Partai Politik dan Pemilu (PSP3) Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sumarno, menyampaikan pandangannya terkait dinamika politik pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024. Perubahan status Jakarta dari Ibu Kota Negara menjadi Daerah Khusus Jakarta membawa implikasi besar di bidang politik, sosial dan ekonomi. Salah satu dampak pentingnya adalah perubahan sistem representasi politik di tingkat lokal. Sebelumnya, Jakarta tidak memiliki DPRD di tingkat kota karena berstatus daerah administratif. Sebagai kompensasi, jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan sebesar 125% dari ketentuan nasional, yaitu 106 kursi dari seharusnya 85 kursi.
Sumarno menegaskan perlunya kajian komprehensif terkait alokasi kursi DPRD Jakarta dengan mempertimbangkan aspek demografis, sosiologis, dan politik. Sumarno menilai jumlah 106 kursi layak dipertahankan, bahkan perlu ditambah agar representasi masyarakat semakin optimal. Selain itu, Sumarno mendorong adanya model representatif alternatif yang dapat memperkuat fungsi-fungsi dewan, sehingga aspirasi masyarakat di tingkat kota atau kabupaten dapat tersalurkan dengan lebih efektif dan menjangkau seluruh wilayah Jakarta.
Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Wibi Andrino, menyampaikan bahwa persoalan dalam pelaksanaan pemilu saat ini adalah penentuan Daerah Pemilihan (Dapil) yang cenderung dihitung secara kuantitatif, hanya berdasarkan jumlah pemilih. Menurutnya, pendekatan seperti ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sosial, tingkat kesejahteraan masyarakat, maupun pemerataan pembangunan infrastruktur di setiap wilayah.
Wibi menegaskan bahwa penataan Dapil tidak boleh hanya menjadi urusan hitung-hitungan angka semata. Wibi merekomendasikan agar revisi Undang-Undang Pemilu ke depan juga mempertimbangkan faktor sosial dan pemerataan pembangunan, sehingga komposisi kursi di DPRD benar-benar mencerminkan keadilan dan keseimbangan representasi masyarakat Jakarta.
Anggota KPU RI, Idham Holik, menyampaikan pandangannya terkait penataan Daerah Pemilihan(Dapil) di Daerah Khusus Jakarta. Idham menilai bahwa ketentuan dalam Pasal 185 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menekankan pada “kesetaraan nilai suara” perlu dikaji ulang. Menurutnya, yang lebih tepat adalah menggunakan prinsip “kesetaraan nilai suara rakyat”, agar representasi di lembaga legislatif benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat secara adil.
Idham menambahkan bahwa fleksibilitas dalam penentuan jumlah kursi akan membuka ruang bagi representasi politik yang lebih proporsional dan inklusif bagi masyarakat Jakarta.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, menegaskan bahwa aturan lama dengan angka 125% kini sudah tidak berlaku lagi. Penataan Daerah Pemilihan (Dapil) saat ini sepenuhnya mengikuti Pasal 185 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024. Bacthiar juga menekankan, bahwa pemerintah tetap berpegang pada regulasi yang ada demi memastikan proses demokrasi berjalan transparan dan sesuai koridor hukum.
Kegiatan Diskusi Publik ini Dihadiri dan dipandu oleh Dody Wijaya Anggota KPU Daerah Khusus Jakarta sebagai moderator dan pengampu diskusi.
Diikuti juga oleh Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, Ketua dan Anggota KPU se-Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Ketua dan Anggota Bawaslu se-Provinsi DKI Jakarta, perwakilan Partai Politik di tingkat Provinsi DKI Jakarta, NGO/Pegiat Pemilu dan Jajaran Sekretariat KPU se-Provinsi Daerah Khusus Jakarta serta pemangku kepentingan terkait.